Selasa, 05 Mei 2015

MENYUSURI PADANG SAVANA PULAU KENAWA


Pagi ini kami harus segera beranjak menuju perjalanan selanjutnya yaitu Kenawa dan Paserang. Kalau tadi malam kami melewati jalan setapak, maka pagi ini kami akan berjalan menyusuri pesisir pantai yang membentang dari Mercusuar hingga ke Pelabuhan Tano, melewati padang rumput bunga berwarna kuning kecoklatan. Padang rumput berduri yang biasanya tumbuh di pesisir pantai. Langit pagi ini begitu cerah dengan lembayung senja. Awan terbang rendah di atas pelabuhan Poto Tano.


Pelabuhan Poto Tano berada di kawasan teluk Tano yang dikelilingi perbukitan-perbukitan berwarna kecoklatan. Poto Tano pagi ini terdiam, ombak pun tenang dengan diliputi pagi yang tenang. Pelabuhan Poto Tano nampak sepi dan lengang menawarkan pesona tersendiri. Kalau dilihat dari atas bukit, Poto tano akan menawarkan panorama indah di kawasan teluk yang berbentuk seperti bulan sabit separuh lingkaran. Matahari terbit muncul di balik bukit-bukit sumbawa dengan temaram warna jingga .


Bunga-bunga yang berbunga di bulan Oktober- Desember mulai bermunculan dengan aneka warna. Kebanyakan didominasi warna merah sepadan dengan tiang-tiang koridor jalan yang dicat berwarna merah. Di kejauhan sana, Desa Poto tano lengkap lanscape bukit kecoklatannya terlihat asri. Saya menyukai Pelabuhan Poto tano di waktu pagi pada bulan oktober. Di saat bunga itu sedang bermekaran. Saat air laut sedang surutnya. Hiruk pikuk pelabuhan tak kami jumpai di pelabuhan ini. ini lah pelabuhan terapik yang pernah saya liat dengan lanscape yang memanjakan mata.


Seeorang lelaki setengah baya dengan badannya yang tegap mendekati saya yang berjalan seorang diri dengan setengah buru-buru mengejar kawan yang sudah tiba duluan di sebuah warung di pojokan terminal pelabuhan. “mas, ojek mas, katanya. Dia kemudian meninggalkan saya setelah melihat gelengan kepalaku. Kami akan menyeberang ke Pulau Kenawa dan Paserang menggunakan satu kapal untuk mengangkut rombongan kami yang berjumlah 17 orang. Daya tampung perahu tak cukup mengangkut kami sekaligus. Sehingga kami diangkut secara bergantian. Rencananya kami akan menginap di Pulau Paserang. Tujuan pertama kami adalah Kenawa. Si Pulau Tikus itu.


untuk mencapai Pulau Kenawa satu-satunya cara adalah menyewa perahu. Tarif sewa perahu biasanya tergantung banyaknya penumpang. Bisa Rp150.000 hingga Rp350.000 dengan waktu tempuh sekitar 50 menit. Sepanjang perjalanan dari pelabuhan hingga pulau Kenawa, saya hanya melihat bukit-bukit gersang kecoklatan, pasir-pasir putih dan air laut yang berwarna biru dengan gradasi warnanya. Dari kejauhan, Pulau Kenawa menawarkan pesonanya dengan gradasi warna air lautnya. Meneduhkan.


Menginjakkan kaki di Pulau Kenawa, pulau ini seakan memperjelas tentang keberadaannya. Gersang dan tak berpenghuni. Bukitnya gundul berwarna kecoklatan. begitu kontras dengan pemandangan alamnya. Pulau Kenawa seperti pulau telah lama ditinggal pemiliknya. Beberapa berugak berdiri di sepanjang pesisir pulau. Bahkan, hampir mengelilingi pulau ini. Berugak-berugak itu katanya dibangun oleh pemerintah kemudian dibiarkan begitu saja. sebagian atapnya sudah banyak yang bolong. Terbang bersama angin. Satu-satunya tower penampung airnya karatan. Penampung airnya tak ada sama sekali. Kosong tak berbekas.
Pulau Kenawa sudah disewakan kepada perusahaan asal Swedia yang bernama PT. Eco Solutions Lombok (ESL) selama 30 tahun. Tapi, hingga saat ini Perusahaan Swedia ini juga belum beroperasi. Pulau dengan luas 13,8 hektar ini memiliki panorama alam yang indah menjadi incaran para investor: Bukit yang berada di sisi utara pulau, pasir putih dengan terumbu karang yang masih alami.


Investor-investor anyar dalam dunia pariwisata di Provinsi Nusa Tenggara Barat memang banyak. Pariwisata di Lombok dan Sumbawa sedang tumbuh-tumbuhnya. Target satu juta wisatawan yang ditergetkan oleh Gubernur sudah tercapai beberapa tahun yang lalu. Pemerintah-pemerintah daerah belum siap. Investor yang datang, langsung diberikan hak pengelolaan. Ijin-ijin diobral. Conflict of interest pun tak terelakkan. Perwakilan daerah pun ikut-ikutan meradang. “Bupati sebaiknya tidak mengobral obral perijinan pengelolaan pulau, kata perwakilan rakyat di salah satu media lokal. Lihat pulau-pulau ini ijin sudah dikeluarkan tapi tak ada aktivitas sama sekali, tambahnya.” Dan hari ini, saya menyaksikan geliat Pulau Kenawa yang jalan di tempat.


Jika kita berada di tengah-tengah pulau Kenawa atau berada di atas bukit. Kita akan memandangi rerumputan kering berwarna kecoklatan bercampur dengan warna hijau. Bukit Kenawa itu gersang Meranggas bercampur dengan teriknya panas mentari. Tak ada rumput sekalipun. Pulau kenawa pernah terbakar tiga bulan lalu sekitar tanggal 3 agustus 2014. Ntah lah terbakar oleh proses kimiawi alam karena gesekan gesekan rerumputan kering atau sengaja dibakar oleh orang-orang yang tak berkepentingan.


Padang Savana Kenawa di musim kemarau tergantikan oleh bukit gundul bulat laksana rambut kepala yang dicukur plontos. Tiga bulan telah berlalu. Rerumputan itu mulai tumbuh lagi. Berpola dan berbentuk sedemikian rupa. Berbentuk satu ikatan rumput laksana padi dengan jarak yang seragam. Keajaiban yang saya saksikan dengan mata kepala sendiri. Heran bercampur takjub. Bingung hingga pertanyaan-pertanyaan liar mengalir begitu saja di fikiranku. Kug bisa?, Biarlah pola dan bentuk rumput rumput ini menggelayut di otakku. Sebagai kenangan dari pulaunya padang Savana.


Nama Pulau Kenawa berasal dari Pohon Kenawa yang tumbuh subur di sisi barat pulau. Pohon Kenawa ini hanya tumbuh di salah satu sisi pulau ini. Dan saya tidak menemukannya tumbuh di sisi lainnya dari pulau kenawa ini. saya tidak tahu kenapa hanya tumbuh di sisi baratnya saja. Apakah di sisi barat pulau ini relatif subur, saya juga belum bisa memastikannya, ataukah Pohon Kenawa sendiri memiliki karasteristik tersendiri sehingga hanya tumbuh bagian tertentu saja?. Pertanyaan-pertanyaan liar ini akhirnya terjawab oleh kawan saya, Baktiar Sontani namanya. Itu lah satu pengetahuan survival der-mengenal lingkungan untuk bertahan hidup, katanya saat memberikan komentar di salah satu statusku.


Di sisi barat pulau Kenawa, langsung berbatasan dengan pulau Sumbawa dengan jarak lumayan dekat. sedangkan di sisi lainnya, tak ada pulau-pulau yang berbatasan secara langsung. Pohon-pohon biasanya tumbuh subur di daerah yang lebih terlindungi seperti karena di depannya ada pulau atau gugusan atol yang menyebabkan pepohonan terlindungi dari gelombang besar.


Pulau Kenawa ini banyak dikenal dengan sebutan Pulau Tikus. Masyarakat sekitarnya lebih familiar dengan sebutan Pulau Tikus. Sebutan itu bukan karena pulau kenawa banyak dihuni oleh tikus-tikus besar. Tapi karena Pulau Kenawa terlihat seperti seekor tikus jika dilihat dari kejauhan. Baik dari Pelabuhan Poto Tano maupun dari Pulau Paserang.
Tiba di pulau ini, kami langsung tepar di Berugak salah sudut di bagian barat laut pulau Kenawa. Berbatasan langsung dengan pepohonan Kenawa di sisi barat pulau. Di Luar, Panas begitu menyengat di pulau yang hanya ditumbuhi rerumputan ini. Angin sepoi-sepoi berhembus kencang dari pepohonan Kenawa membuat kami males beranjak dari berugak yang sebagian atapnya bolong. Atapnya terbuat dari rumah adat khas Sumbawa yaitu: Bambu yang dibentuk sedemikian rupa.


Perjalanan malam dari Mataram ke Kayangan kemudian menyeberang ke Poto Tano. Di sana lah kami terdampar di sekitar Mercusuar Poto Tano dengan beralaskan pasir dan beratapkan langit dengan taburan bintang. Kami baru bisa sedikit berisitirahat jam 03.00 pagi. Capek tak terperi. Siang ini adalah pembalasannya. Istirahat melepaskan penat. Perutku mulai keroncongan, rasa kantukku terkalahkan oleh rasa lapar. Bekal satu bungkus nasi seharga Rp10.000,00 yang dibeli di Pelabuhan Poto tano. Hampir semuanya membawa bekal nasi kecuali om Jefry. Om Jefry sudah siap backpacking dengan cara survival. Wajan, kompor gas, lengkap dengan makanan dan bumbunya sudah dibawanya. Makanan-makanan itu sekarang sudah siap diracik oleh Chef Jefry.


Istirahat bergeser menjadi permainan. Permainan lebih seru daripada sekedar tidur istirahat di berugak. Entah siapa yang memulai di antara kami, Permainan kartu dimulai secara bergantian: Jendral dan 7up. Yang kalah, wajahnya dicoret-coret menggunakan arang hitam oleh yang lain. Wajah yang awalnya bersih bercampur lesu menjadi belang-belang hitam dengan menanggung malu. Yang paling sering kalah adalah Tri Prasetyo. Wajahnya paling banyak coretannya. tak lupa Sandy, kawan sepermainannya mengabadikannya dalam kamera Hp, untuk kemudian diupload di sosial media. Begitu lah kami meluapkan rasa capek. Bercanda, bermain, kemudian tertawa lepas bersama. Saling ejek adalah hal biasa, tak perlu Saling mengular benci dan memupuk kedengkian. Yang kalah maupun yang menang sama-sama tertawa. itu lah kami dan Itulah tujuannya.






Di tengah-tengah berugak, Satria Ahmadi memetik-memetik gitar kesayangannya melentingkan suara emasnya dengan referensi lagu-lagu yang segudang. Di antara kami, satria adalah vokalis sekaligus gitaris dan paling banyak hafal lagu-lagu. Dangdut hingga barat, India hingga Jepang. Lagu cinta atau lagu lucu-lucu. Itulah Satria dengan segala keunikannya.


Hampir satu jam, kami beristirahat. Jefry dan Daffa sudah snorkling sejak tadi. Kami masih terkapar di salah satu berugak bolong dengan muatan manusia lebih dari selusin. Tak afdal rasanya, jauh-jauh ke Kenawa tapi tak menyicipi indahnya taman laut di Pulau Kenawa. Satu persatu di antara kami akhirnya turun nyebur ke laut lengkap perlengkapan snorkling. Hanya beberapa saja yang memang tak hobi dan tak bisa berenang. Perlengkapan snorkling kami bawa sendiri. Di Kenawa tak ada penyewaan alat snorkling. Jangan kan penyewaan alat snorkling. Pulaunya saja tak berpenghuni.


Keindahan varietas terumbu karang yang beranika ragam dengan corak warna warni, baik yang hard corals maupun yang soft corals seperti karang meja-table coralsBrain Corals, dan Cabbage Corals.Varietas terumbu karang yang saya temui adalah soft corals laksana pepohonan dan dedauanan yang melambai-lambai saat ada arus air atau ada ikan-ikan berenang-renang di sekitarnya. berbagai jenis ikan terumbu karang dengan warna-warna cerah memperindah taman-taman laut di sisi selatan pulau Kenawa. Ikan-ikan badut yang bersembunyi di balik anemon-anemon yang melambai-lambai. Yang mengagetkan saya adalah ini: sekumpulan ikan-ikan kecil yang jumlahnya ratusan bahkan ribuan berenang ke sana ke mari menabrakkan tubuhnya dengan tubuhku.


Ada rasa takjub saat melihatnya. Heran sekaligus bingung. Ikan apakah ini?. sayang, saya tak punya kamera underwater untuk merekam gerak-gerik ikan-ikan kecil yang menggodaku. Menabrakkan diri dengan betis, kaki dan tubuh serta pelampungku yang masih kuat menempel di tubuh ku.


Semua keindahan itu terekam dalam ingatan kami. Tak cukup itu, Indrayana juga mengabadikan momen bawah air itu. Di antara kami, ada dua orang yang membawa kamera anti air. Kanjeng Mami Rahma dan Indrayana. Mereka berdualah yang bertugas untuk mengabadikan. Baik video maupun capture foto.


Semoga ikan-ikan kecil yang menggodaku bukan karena alasan pelampungku yang masih menempel kuat di tubuhku!!!.


sumber tulisan : https://caderabdul.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar