Jumat, 01 Mei 2015

Desa Nelayan Poto Tano, Kesederhanaan Dibalut Keindahan Alam

Ketika kapal ferry yang saya naiki semakin mendekat ke Pelabuhan Poto Tano, mata saya seolah memandang lukisan yang sangat indah. Pemandangan laut yang cantik membingkai topografi Pulau Sumbawa yang unik. Rasanya setiap hari penduduk desa nelayan berlibur di sini. Bagaimana tidak, pemandangan cantik selalu hadir di tengah-tengah mereka.

Sayang kapal saya baru tiba saat matahari sudah terbenam. Namun, keesokan harinya saya benar-benar terpuaskan oleh panorama alam yang tersirami cahaya mentari pagi.
Saya menginap di rumah nelayan bernama Pak Sapiola yang direkomendasikan teman saya. Ia tinggal di pemukiman para nelayan bersama istri dan keempat anaknya. Malam harinya setelah mandi, Rina, putri kedua Pak Sapiola, dengan penuh semangat mengajakku keliling kampung.
Rumah-rumah di sini, rapat-rapat. Beberapa di antaranya berupa rumah panggung, dimana hewan ternak, seperti kambing berada di bagian bawah. Ada juga yang masih berupa rumah bambu, namun selebihnya sudah menggunakan tembok. Jalanan kampung ini tidak begitu lebar, berkisar 1,5 – 2 meter.

Di sini sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai nelayan. Ada pula yang bekerja sambilan sebagai ojek perahu menuju Pulau Kenawa atau pulau-pulau yang tak jauh dari pelabuhan ini. Ada juga yang membuka warung, bekerja di ferry dan ke Taliwang, kota terdekat dari pelabuhan.
Sebagian penduduk di sini merupakan keturunan suku Bajo yang berasal dari Sulawesi. Suku Bajo memang dikenal sebagai pelaut yang ulung. Sampai sekarang mereka lebih mudah dan lebih akrab bercakap-cakap dengan bahasa Bajo daripada bahasa Indonesia.
Karena seharian melintasi udara, darat, dan melintasi perairan, saya merasa lelah dan sangat mengantuk. Saya sudah berencana bangun pagi-pagi benar dan menikmati panorama alam desa nelayan ini sepuas-puasnya.

Untunglah badan saya mematuhi bawah sadar saya. Sebelum matahari terbit saya sudah bangun. Bertiga bersama Rina dan ayahnya, kami pun berjalan kaki menuju dermaga.
Indah sekali panorama lautan dan semuanya hanya ditempuh berjalan kaki tak lebih dari 15 menit. Wah makanya Rina tidak betah bekerja di luar Sumbawa dan memilih kembali ke desanya. Ya, siapa yang bosan melihat pemandangan cantik ini. Seolah-olah berlibur tiap hari.

Selain sebagai nelayan, Pak Sapiola biasa mengantar wisatawan ke pulau-pulau terdekat, seperti Pulau Kenawa dan Pulau Ular. Pulau ini bisa ditempuh tak lebih dari 20 menit.
Saya puas-puaskan diri memandangi panorama matahari terbit ini. Langit yang berwarna kemerahan berubah menjadi kekuningan. Burung-burung laut berseliweran, seakan juga turut menjadi saksi mata terbitnya matahari

Kami berjalan menuju dermaga. Wah desa nelayan Poto Tano ini yang berada di bawah bukit ini bak lukisan. Bayangan bangunan-bangunan rumah nelayan tersebut tercermin di laut menambah keindahan. Saya puaskan mata memandangi seluruh keindahan alam ini sebelum feri membawa saya kembali ke Pulau Lombok.
 
sumber : https://dewipuspasari.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar